Pamekasan, Dilansir dari Gara-gara laporan Sri Suhartatik ( Istri anggota Polsek Pakong) terhadap Nenek Bahriyah (71) tersangka kasus dugaan pemalsuan dokumen tanah, Kapolres Pamekasan AKBP Jazuli Dani Iriawan harus menelan pil pahit jadi sasaran caci maki dan gunjingan para netizen. Selasa, 02/04/2024.
Kasus viral yang telah menjadi atensi publik seantero Negeri tersebut sejak beberapa hari yang lalu terus mendapat respon negatif. Tidak hanya di aplikasi Tiktok, namun juga masyarakat.
Bahkan lantaran kasus Nenek Bahriyah tersebut, Markas Besar Polisi Republik Indonesia (Mabes Polri), Jl. Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan pada Senin (1/3/2024) didemo oelh sejumlah pemuda yang mengatasnamakan namakan Pamekasan Progres.
Berkenan dengan itu, A. Effendi, S.H mengatakan, nama Kapolres dan Kasatreskrim Polres Pamekasan sudah tercoreng terkait adanya kasus Nenek Bahriyah yang dilaporkan oleh istri anggotanya sendiri.
“Kapolres dan Kasatreskrim mestinya marah dengan istri anggotanya itu. Sebab gara gara kasus tersebut nama baik Polres Pamekasan telah tercoreng. Bahkan di aplikasi Tiktok, Kapolres Pamekasan jadi sasaran caci maki ata kasus tersebut,” katanya.
Ia pun penasaran dengan pangkat suami Sri Suhartatik selaku pelapor nenek Bahriyah (71 tersangka kasus dugaan pemalsuan dokumen tanah.
“Saya penasaran apa sih pangkatnya suami pelapor Nenek Bahriyah ini. Kok sepertinya Kapolres Pamekasan ini terkesan takut dan memihak . Padahal kasus perdatanya itu berjalan di PN namun sangat berani untuk menetapkan Nenek Bahriyah sebagai tersangka. Jika ini menjadi atensi publik jangan salahkan siapa siapa, karena itu konsekwensinya,” tukasnya.
Lantas, A. Effendi S.H meragukan integritas Kapolres Pamekasan yang terkesan tidak bijak dalam menyikapi kasus Nenek Bahriyah karena pelapornya merupakan keluarga besar Bhayangkari.
“Itu kan pelapor diketahui istri anak buahnya . Kapolres ini enggan mengakui kalau tindakan anggotanya itu bikin malu tapi Kapolres malah terkesan pasang badan dan menguatkan-nguatkan seolah-olah apa yang sudah dilakukan penyidik itu benar. Padahal jelas jelas itu keliru. Sejujurnya saya sangat meragukan integritas Kapolres Pamekasan,” tuturnya.
“Walaupun saat ini kasus pidana Nenek Bahriyah telah ditangguhkan oleh Polda Jatim, namun buruknya penanganan kasus tersebut tidak akan dilupakan oleh masyarakat,” imbuhnya.
Pendiri Lembaga Lidik Hukum dan Ham ini menyebut, sebelum Nenek Bahriyah (71) ditetapkan sebagai tersangka penyidik sudah diberitahu oleh pengacaranya bahwa kasus perdatanya jalan di PN. Tapi faktanya penyidik itu terburu -buru menetapkan Nenek Bahriyah sebagai tersangka.
“Karena sudah viral Kapolres solah- olah membela anggotanya. Padahal data yang dibuat barang bukti keberadaannya itu masih bersengketa atau dipertanyakan. Mestinya kroscek dulu Jika berkoar koar ada jual beli ya buktikan melalui akta jual beli. Tapi sampai detik ini Kapolres tidak membuktikan adanya akta jual belinya. Jadi, jangan hanya katanya katanya. Masak sekelas Kapolres memahami bahasa hukum hanya sekedar katanya katanya kemudian mengiyakan,” tandasnya.
Diwartakan sebelumnya, Perempuan buta Lanjut usia (71) bernama Bahriyah asal Kelurahan Gladak Anyar, Kecamatan Pamekasan, diduga jadi korban kriminalisasi oknum penyidik Polres Pamekasan terkait kasus dugaan pemalsuan serifikat tanah yang dilaporkan atas nama titik yang bersuamikan anggota Polisi. Minggu, 24/03/2024.
Nenek tak berdosa pemilik tanah sah sesuai Leter C Nomor 2208, Blok IIa, Kelas V Luas 0,223 da tersebut kini dijadikan tersangka tanpa dasar hukum yang kuat.
Padahal, sejak memperoleh hibah dari orang tuanya pada tahun 1975 hingga sekarang, tanah tersebut tidak pernah ada perubahan data kepada orang lain, termasuk kepada Haji Fathollah Anwar maupun kepada ahli warisnya yang saat ini menjadi pelapor.
Bahkan Bahriyah selalu membayar pajak bangunan sejak mendapatkan hibah dari orang tuanya.
Kendati begitu, pada tahun 2016 -2019, SPPT PBB-Nya tanah milik nenek Lansia tersebut tiba tiba berganti ke atas nama Titik (pelapor) yang diduga secara illegal tanpa izin maupun tanpa adanya peralihan, baik jual beli atau peralihan lainnya.
Kemudian, pada tahun 2020 diganti nama lagi kepada Bahriyah selaku pemilik sah tanah.
Namun celakanya, penyertifikatan SHM No. 1817 a.n. Haji Fathollah Anwar justru menggunakan Letter C Desa No. 2208 atas nama Bahriyah (tersangka).
Berkenan dengan kasus tersebut, Bahriyah, perempuan buta lanjut usia sangat sedih saat ditemui dikediamannya.
Bahriyah mengaku tidak pernah menjual kepada siapapun tanah yang didapat dari orang tuanya.
Perempuan buta tak berdosa itu lantas merasa didholimi oleh oknum yang mengkriminalisasi dirinya.
“Kaule ampon epanggil pak polisi, samangken kaule panika eyokoma. (Saya sudah dipanggil Polisi dan sekarang saya mau dihukum) ,” ucapnya sedih.
“Kaule panika salah napah pas eyokomah (saya ini salah apa kok mau dihukum) ,” tambah Bahriyah.
Sementara itu, kesulitan mengonformasi ahli waris Haji Fatollah Anwar yakni titik sebagai pelapor perempuan buta lanjut usia.
Kasi Humas Polres Pamekasan AKP Sri Sugianto saat dikonformasi mengenai adanya dugaan kriminalisasi terhadap perempuan buta, pihaknya mengaku baru dengar kasus tersebut.
“Maaf mas, saya baru dengar masalah ini, coba saya klarifikasi ke Sat Reskrim dulu ya,” jawabnya.
( Limbad. )